Hellow Man In Yellow (part 2) : Another Smile






Saya mengusap keringat yang menetes di dahi. Ini adalah putaran kelimaku mengitari lapangan Gasibu. Diajak oleh teh Nita dan Kak Barra untuk berolahraga disini. Saya tau persis maksudnya, mereka pasti diminta oleh Mamah dan Papah untuk mencari tahu kelanjutan dari impian kuliahku.

"Neng, udah yuk. Sarapan apa?" Seseorang menepuk bahuku sambil terengah-engah disampingku.

"Bubur ayam Mang Endang yuk teh, mantap surantap eta mah" jawab seseorang sambil terus berlari melewati saya dan teh Nita.

"Kamu gak ditanya Den. Heran deh, yang diajak kan Eneng, kenapa kamu ikutan juga siy", ujar teh Nita menimpali.

Yang diajak bicara tidak menghiraukan jawaban teh Nita. Deni terus berlari sambil menunjuk ke arah salah satu gerobak di pinggiran lapangan Gasibu, dan setelah mendapat anggukan kepala dari teh Nita, dia langsung tertawa senang dan berbelok kedalamnya.

"Ish adikmu ituu ya." Ujar teh Nita sambil geleng-geleng," sudahlah yuk. Lapar niy"

Kami memasuki tenda kecil yang ramai. Ternyata adikku sudah mendapat kursi, dan terlihat mengamankan beberapa kursi untuk kami.

"Kaaannn.. Deniii gitu lhoo.hayoo bilang apa?" Ujarnya bangga sambil tertawa.

" Bilang ke mamang sana, pesan 4 mangkok. Biasa" balas teh Nita sambil tersenyum.

Deni beranjak sambil merengut, tapi tak lama kemudian tertawa ketika bercanda dengan Mang Endang, tukang bubur favoritnya.

Lokasi rumah teh Nita di daerah Dago mememungkinkannya untuk bisa berlari dengan rutin di Gasibu. Supaya langsing katanya. Padahal, sudah jamak diketahui oleh kami para sepupunya, kalau teh Nita menjajal Gasibu, karena berharap bertemu dengan cinta lamanya.

"Aah..capek bangett.. udah pesan kan?" Tiba-tiba suara Kak Barra terdengar di belakang kami.

"Amaaaan kak, tinggal bayar aja nanti kak Barra" jawab Deni sambil cengengesan.

Kak Barra adalah anak satu-satunya dari kakak pertamanya Papah. Tinggi, tampan, pintar, rajin mengaji dan saat ini berkuliah di Unpad jurusan Manajemen semester akhir. Rumahnya yang berada di sekitaran jalan Suci membuatnya selalu menemani kami, bila berolahraga di minggu pagi. Kak Barra adalah tipe yang cuek terhadap perempuan, tapi sangat perhatian dan suka mentraktir kami para sepupunya. Hal ini dikarenakan, sejak menyelesaikan magang di salah satu perusahaan finance, kak Barra tetap diminta untuk bekerja partime disana. Sehingga, dalam kegiatan kumpul-kumpul para sepupu seperti sekarang, kak Barra paling berperan dalam menyokong dana.

"Alhamdulillaah.. kenyang" ujar Deni sambil menyeruput es teh manis.

Teh Nita yang mendengar suara Deni hanya tersenyum, lalu menyenggol tanganku," Jadi? ITB?"

"Hah? Apaan siy Teh, tiba-tiba langsung ITB" jawabku.

Kak Barra yang sedang melihat kearah para pelari, langsung menoleh ke arahku," Jangan jauh-jauh Neng. Kalau mau yang jauh, Unpad Jatinangor aja bareng Nita."

"UGM kejauhan Neng, disana gak ada saudara lho. Gak ada yang jagain" timpal teh Nita.

Deni yang duduk disamping teh Nita ikut mengangguk, " Sudah teh ITB saja, nanti Deni nyusul"

Saya hanya terdiam. Mungkin mereka sudah mendengar dari Mamah, kalau pekan lalu saya menangis setelah melihat hasil Try Out di GOR jalan Jakarta. Try Out yang diadakan oleh Bimbel BBC itu ramai diikuti banyak murid SMA. Hasilnya? Mencapai nilai minimal pun tidak. 

Untuk bisa masuk ITB, at least saya harus memiliki passing grade 600. Untuk bisa masuk ke Unpad pun sama, nilai passing grade saya masih jauh dari aman. Sehingga saya sempat mempertimbangkan memilih UGM, dengan jurusan yang menarik minat saya tapi tak memiliki passing grade terlalu tinggi.

"Tidak ada lho, jurusan di PTN yang tidak ada peminatnya" ujar Kak Barra seakan membaca pikiranku.

Saya sudah akan menangis ketika mendengar kalimat itu, sampai ketika saya mengenali seseorang masuk ke dalam area tenda bersama teman-temannya.

Saya lalu mengusap mata, dan berharap tidak ada warna merah di hidung, atau mata yang basah karena akan menangis.

Saya menunduk, dan tak menghiraukan ucapan Teh Nita yang memberikan semangat. Saya malu untuk mengangkat wajah.

"Halo. Eneng kan" 

Suara itu. Benar itu dia.

" Eh iya.halo...mmMas" jawabku mengangkat wajah dan melihat kearahnya. Dia tersenyum.

"Sama siapa?" Tanyanya sambil melihat ke arah kak Barra.

"Bareng sepupu mas, biasa lari tiap hari minggu dan nyarap disini" jawabku sambil berusaha tersenyum. Oh jantungku.

" Ogt.yuk, saya kesana ya" ujarnya sambil membawa semangkuk bubur ke mejanya.

Saya mengangguk dan tersenyum padanya. Mas jaket kuning tampak terlihat casual, menggunakan celana training dan kaus olahraga, tanpa jaket kuningnya.

"Ehm.. siapa itu Den" tanya kak Barra dengan muka penasaran.

"Teuing..lupa. Tapi kayak pernah liat dimana ya" jawab Deni.

Kak Barra menoleh ke arah mas jaket kuning itu, dan mengamati kelompok yang sedang sarapan sambil bersenda gurau.

"Kak Barra kayak Papahmu tuh Neng." Ujar teh Nita menimpali gelagat Kak Bagas," tapi ganteng lho Neng, nemu dimana?" Lanjutnya sambil tersenyum.

" Ah iyaa.. yang waktu itu sama Mas Indra kan ya. Anak ITB tuh Kak, temennya mas Indra. Mas indra itu tetangga belakang rumah kita."

"Anak ITB ya Neng, pantesan, derajat gantengnya naik" ujar teh Nita sambil tertawa.

"Udah deh. Sudah selesai kan. Ngobrolnya pindah yuk." Lanjut Kak Barra sambil beranjak menuju Mang Endang dan melakukan pembayaran.

Dengan gerakan tangannya, Kak Barra meminta kami semua untuk segera meninggalkan tenda bubur ini. Padahal biasanya, kami bisa menghabiskan hampir satu jam untuk bercengkerama dan memesan aneka camilan dari penjual disekitar gerobak Mang Endang.

Kak Barra mengajak kami keluar dari sisi lainnya, tidak melewati meja tempat Mas jaket kuning itu berada. Saya berdiri terakhir, dan sempat menoleh kearah mas Jaket Kuning itu. Ternyata dia sedang melihat kearahku dan tersenyum. Saya membalas senyumnya dan mengangkat tangan sebagai ucapan perpisahan. Dia membalas mengangguk sambil tetap tersenyum.

Saya segera menyusul teh Nita yang baru saja keluar. Ah hatiku tertinggal didalam sana.

Apakah ini petunjuk agar saya tetap memilih ITB, so I can say another hellow to the man in yellow jacket?

"Have Courage, pursue your dreams, and make it happens!"

(Bagian dua dari empat)
------
Cerita beserta nama didalamnya adalah fiksi. Apabila ada kesamaan nama dan kisah hanyalah kebetulan. Foto adalah koleksi pribadi.

Comments

Popular posts from this blog

Tips Masuk Dapur

Mentari

Dear My Sunshine