Hellow Man In Yellow
"Mari
tante"
Lalu motor itu pun melaju menjauh.
"Siapa itu mah" tanyaku sambil memandang motor yang sudah menjauh dari pandangan kami. "Itu mas Indra. Anaknya Bu Bekti, yang tinggal di belakang rumah kita. Pulang kuliah kayaknya" jawab mamah. Sore itu kami baru saja pulang dari pengajian. Mamah adalah tipe ibu-ibu sosialita, yang rajin mengikuti semua arisan dan pengajian yang diadakan di kompleks. Sehingga, nama tetangga sekomplek beserta lokasi anak-anak mereka bersekolah pun diketahui dengan baik.
"Anak ITB lho mas Indra" celetuk mamah saat makan malam. "Siapa Itu mah" papah tiba-tiba mengomentari, mungkin alarm kewaspadaan seorang ayah, mengingat ada nama laki-laki disebut.
" Anak Bu Bekti yang paling besar pah, sudah semester berapa ya. Kalau tidak salah jurusannya Formatika" jawab mamah. "Mah, jurusan apaan itu Formatika. Matematika kali kayak Om Beni" ujarku. "Bukan..kalau Matematika Mamah juga tau. Bener kok formatika. Udah kamu masuk ITB juga ya Neng." "Iya mah..doain saja" jawabku dengan suara pelan.
Ah, tahun depan sudah mulai EBTA, EBTANAS dan UMPTN.. tak terbayang rasa panik mengingat nilaiku yang biasa-biasa saja. Tak jarang Mamah dan Papah menceritakan kisah tentang Om Beni, adik Papah yang paling kecil, yang menjadi satu-satunya anggota keluarga papah yang dianggap sukses . Om Beni lulusan Matematika ITB. Yang dengan gelarnya saat ini berhasil bekerja di salah satu perusahaan asing dengan gaji dollar di Jakarta.
"Neng.. " panggil papah membuyarkan lamunanku. "Besok kan arisan keluarga di Tante Susi di Dago. Pas berangkat kita lewatin ITB. biar kamu tau kampusnya kayak apa." ujar Papah. " Heemm Pah" jawabku malas.
Keesokan paginya, kami berkendara menyusuri jalan Wastukencana lalu berbelok melewati Kampus Unisba, melewati Pasar Balubur yang macet dan ramai orang berbelanja. "Teteh, itu sebelah kanan apaan..gedungnya warna merah. Kok serem" tanya adikku. Lalu aku ikut menoleh ke sisi kanan kendaraan, melihat bangunan yang adikku maksud.
Lalu ikut memperhatikan sisi kanan jalan. Sederet dengan bangunan tadi, ada bangunan yang lebih besar..Bank BNI, dan kendaraan pun berbelok kekanan. Papah yang menyetir mulai menjalankan kendaraan dengan pelan. Saya memperhatikan di sebelah kiri ada lapangan yang luas. Lalu kendaraan pun berhenti.
"Lho kok
berhenti pah" tanyaku.
"Itu sebelah
kiri, pintu masuknya"
Lalu saya memperhatikan dengan seksama. Tidak saya hiraukan obrolan Mamah Papah yang bercerita tentang mas indra ataupun kisah Om Beni.
Deretan pilar batu
itu dilewati oleh segerombolan mahasiswa berjaket merah, lalu biru, lalu
oranye, kuning, hijau.
"Banyakan laki-lakinya..ganteng-ganteng" ucapku keceplosan. "Ih teteh mah..kan ITB kampus tehnik, pasti banyak lakinya atuh" jawab adikku sambil tertawa. Lalu kendaraan kami pun melaju.
Sepulang dari
arisan keluarga, papah melewati jalan yang berbeda.
" Teh ini ITB
dari sisi belakang. Kalau yang tadi depannya" ujar papah.
Saya memperhatikan
kembali dua gedung bersebrangan. Di sebelah kiri ada gedung keunguan dengan
ketinggian gedung yang berundak-undak. Di sebelah kanan ada gedung putih,
dengan aneka antena tinggi diatasnya.
Lalu ketika
kendaraan melaju, saya memperhatikan tulisan yang terpasang di gedung-gedung
tersebut.
"
Matematika... Tehnik Industri.. Tehnik Mesin. Keren yaa..kayak apa ya
dalamnya" ujarku ketika yang terlihat setelahnya hanya tembok tinggi
menutupi gedung-gedung didalamnya. Jalanan pun terlihat adem dengan adanya
pohon-pohon rindang disepanjang jalan.
***
Selang beberapa waktu, saya semakin kenal lebih akrab dengan mas Indra. Dan berhasil mendapatkan izin untuk melihat kampus ITB bersamanya. Dengan dikawal Deni, adikku, kami janjian bertemu di depan gerbang.
" Teh, kalau mau pacaran, jangan ngajakin Deni." Ujarnya. Papah tidak mengijinkan saya pergi sendiri, sehingga harus mengajak adik yang hanya terpaut satu tahun dari umurku." Ih..nanaonan. Kan tahun depan giliran kamu. Jadi sekalian survey buat kamu juga." Tak lama mas Indra pun datang.
Kami memasuki
gerbang dari selasar sebelah kanan. Disambut dengan tanaman hijau yang
menjuntai.
Saya melihat dengan kagum orang-orang yang saya lewati. Ada yang berjalan sambil membawa buku-buku tebal. Ada yang berjalan santai sambil tertawa dengan teman-temannya. Selasar ini terasa sejuk. Lalu kami melihat area terbuka yang rindang.
" Disini
pusat kegiatan kalau ngadain ospek kampus OSKM, kadang bazaar." Tunjuk mas
Indra ke arah lapangan basket yang berada disebelah kiri.
" Wah
kereen.. rame didalamnya ternyata, lagi ada pelajaran olahraga ya" tanya
Deni.
"Enggak, itu
biasanya anak basket. Kalau pelajaran olahraga bukan disini, tapi di Sabuga."
"Nah,
bangunan yang sebelah sana, itu bioskopnya ITB. Yang ngelola mahasiswa
juga" jelas mas Indra sambil menunjuk ke arah bangunan panjang di sisi
lapangan tenis.
"Kamu mau
masuk jurusan apa nanti Neng? Yang dibelakang sana itu gedung arsitek,
planologi. Mau jalan kesana?"
"Engga usah
mas" jawabku sambil memperhatikan gerombolan mahasiswa laki-laki berjaket
kuning yang baru keluar dari bangunan yang disebut bioskop tadi.
"Itu habis
nonton ya mas.. ada bioskop siang gini?" Tanyaku
"Enggak. Itu
baru selesai kuliah. Kalau siang dipakai kuliah itu... Eh halo brur."
Tetiba penjelasan mas Indra terhenti dan menyapa beberapa orang yang dipanggil
'brur'.
Sekilas saya
memperhatikan salah satu diantaranya..ganteng juga.
"Psst teh.. ih teteh mah dipanggil-panggil malah ngeliatin temennya mas Indra. Istighfar teh..ga boleh ngeliat bukan muhrim" kata adikku sambil tersenyum.
"Apaan
siy.." jawabku ngeles.
"Eh maaf, Yuk lanjut lagi" ujar mas Indra.
"Nah didepan
ini disebut gedung kembar, karena kontruksinya yang sama persis. Kalau jurusan
saya di sebelah sana, tehnik Informatika, disingkat IF."
"Informatika
ya mas. Bukan Matematika?" Tanya adikku, mungkin dia teringat jurusan yang
disebut mamah waktu dulu, formatika.
"Bukan
Den. Oya, kolam yang didepan itu, airnya ngalir sampai kekolam ini.
didasarnya ada partitur not balok lagu Indonesia Raya, dan didepan itu namanya
kolam Indonesia tenggelam" , jelasnya sambil tertawa.
Kami yang
melihatnya kebingungan, karena mas Indra masih tertawa sambil memandang ke arah
kolam yang disebut sebelumnya.
Kami pun ikut
memperhatikan kerumunan orang-orang disekitar kolam tersebut. Tak lama kami
mendengar teriakan dan suara orang terjatuh kekolam.
"Ada yang
ulang tahun tuh. Dan kolam itu biasanya jadi tempat selebrasi. Yang ultah
diceburin kesana" jelasnya sambil tetap tertawa.
"Hayuk lanjut" ajaknya sambil menaiki tangga.
Menyebrangi jalan,
kami melihat empat bangunan yang terlihat tua, dengan warna dominan krem.
"Di kampus
ini, rata-rata kuliahnya pindah-pindah, tidak hanya di gedung jurusan sendiri.
Kayak yang di kiri, namanya TVST dan Oktagon. Kalau sebelah kanan gedung PLN
sama lab kimia. Hayuk, kita udah mau sampe ujung. Ga apa ya buru-buru. Saya ada
kuliah lagi jam 1."
"Ok mas"
jawabku sambil memperhatikan selasar bangunan yang ditunjuk mas Indra tadi.
Mungkin ini
waktunya istirahat. Ramai mahasiswa yang berkumpul dan duduk-duduk didepannya.
Ada yang sambil makan jajanan tukang kue dan susu kpbs, ada yang sambil merokok
dan bersenda gurau.
Salah satu diantara mereka, ada mahasiswa berjaket kuning yang saya perhatikan sebelumnya. Dia melihat kearah saya, dan tersenyum.
"Aduhh..apaan
nyikut-nyikut" kataku sambil mengelus tangan kananku yang terasa sakit.
"Lagian, teteh ngeliat kemana. Itu mas Indra udah didepan tuh" kata adikku sambil menunjuk ke arah mas Indra yang sudah berada di tangga.
"Mas, ini
jalanan panjang bener. tangganya juga banyak. Sehat-sehat dong yang kuliah
disini?" tanyaku sambil mengeluarkan sapu tangan dari tas.
"Lama-lama biasa juga. Ini baru jalanan antar gedung lho. Belum lagi kalau dapet kuliah di gedung GKU. Ada GKU baru disebelah sana dan GKU lama disebelah sana (sambil menunjuk arah). Bisa kuliah jam 9 dilantai tiga GKU baru, Lanjut jam 11 diGkU lama lantai dua. Bukan sehat lagi itu mah Neng" jawabnya sambil tertawa.
" Nah..
disana ada GSG. Nanti kalau keterima, daftar ulangnya di GSG (sambil menunjuk ke
bangunan yang agak jauh).
Trus, gedung yang tinggi di kiri namanya PAU -Pusat Antar Universitas. Yang sebelah kanan perpustakaan pusat. Dan dibawah sana (sambil menunjuk ke tangga yang menurun) itu Sunken Court, base camp untuk unit-unit kegiatan, kayak ekskul gitu. Eh tapi tidak semua unit disini ya."
Saya mengangguk sambil tersenyum, dan melihat sekeliling. Deni kemudian bertanya dan mengajak mas Indra mengobrol, sekilas saya mendengar adikku bertanya tentang kegiatan diluar jam kuliah dan kejadian-kejadian seram. Mungkin dia melihat banyak bangunan tua yang kami lewati dan tertarik dengan cerita dibaliknya.
Disekitar tempat
ini angin bertiup agak kencang. Mungkin karena tempatnya lebih terbuka dan
tidak ada pepòhonan diantara dua gedung ini.
Ketika saya sedang
berusaha merapikan rambut, saputangan yang saya genggam terlepas dan terbawa
angin.
Saya mengikuti
arah jatuhnya saputangan tersebut, dan terkejut mengetahui ada sosok mahasiswa
berjaket kuning yang tadi tersenyum sedang berjalan ke arah jatuhnya. Mahasiswa
itu memungut sapu tangan tersebut dan kemudian menghampiri saya.
" Halo.
Ini" ujarnya sambil tersenyum, lalu bertanya, "Siapanya Indra ya? "
" Eeh halo.
Tetangga mas Indra, Mas. Terimakasih" jawabku sambil tersenyum malu
menerima saputangan.
"Ndra, ayu
lho tonggomu" ujarnya
"Ngawur
kamu" jawab mas Indra sambil berjalan kearah kami.
"Ini Eneng,
lagi survey, katanya mau kuliah disini. Biar semangaaatt" jelas mas Indra.
" Ok.
Semangat belajarnya ya Neng, ditunggu ya dikampus ini", senyumnya padaku,
"Yuk bro. Duluan" ujarnya sambil menepuk bahu mas Indra dan
berjalan menjauh.
Saya masih memperhatikan
sosok berjaket kuning itu, saat mas Indra berpamitan.
"Saya juga
harus masuk niy. Insyaallah udah kebayanglah ya. Pulangnya hati-hati. Den jagain
kakakmu. Pamit ya"
"Makasih mas. Siap" jawabku dan adikku berbarengan.
Kami pun berjalan
menuju pintu kecil didekat pilar. Dan menunggu angkot yang lewat di depannya.
Disepanjang jalan pulang, adikku berceloteh tentang betapa kerennya berkuliah
kampus ini, dan berharap bisa menjadi mahasiswa disini.
Ah, saya pun sama
Den.
Saya ingin
diterima jadi mahasiswa ITB juga; so I can say hellow again to the man
in yellow jacket.
"A single dream is more powerfull than a thousand dreams" JRR Tolkien
(Bagian pertama dari empat)
-----------
Cerita beserta nama didalamnya adalah fiksi. Apabila ada kesamaan nama dan kisah hanyalah kebetulan. Adapaun memori tentang lokasi adalah pengalaman pribadi pada tahun 1998-1999.
Ditulis untuk "Tantangan mamah Gajah Ngeblog" edisi Maret https://mamahgajahngeblog.com/tantangan-mgn-maret-2022-cerita-fiksi-itb/
Ebta, Ebtanas, UMPTN, ... hmmm... kayaknya angkatan kita ga jauh deh... Hihihih... 😜
ReplyDeleteHihi seru Teh, bikin penasaran. Apakah akhirnya jadi say hellow again to the man in yellow jacket ? wkwkw. Ini HMTL atau Gea Teh ? kepo :D
ReplyDeleteHohoho, yang mana yaa? 🤭 insyaallah mau nulis lanjutannya teh
DeleteSeru ceritanya Lia. Tapi asli aku sangat gatel pengen ngedit PUEBInya.
ReplyDeleteHarusnya tetep pake PUEBI ya teh. Pengennya seperti percakapan biasa teh.. makanya ga terlalu baku nulisnya
Deletejaket kuning himpunan apa teh? tahun 98 masih ada GSG yang bersejarah buatku di tanggal 5 Agustus 1989
ReplyDeleteApakah fiksi ini berdasarkan kisah nyata seseorang? Hihi jadi penasaran. Ditunggu lanjutannya! Teh punten ahh gatel pengen koreksi, bukan partisi not balok, tapi partitur. Partisi mah untuk pembatas ruangan 😆
ReplyDeleteAh iya, nuhun ya teh koreksinya.
DeleteDuh seneeng banget diajakin muter-muter kampus sama Mas Indra, ehehe. Penjelasannya lengkap pula. Kalau dibikin pake VR, lebih berasa benerannya nih pasti.
ReplyDeleteSalah fokus sama Eneng yang suka salah fokus setiap lihat ada yang ganteng lewat wkwkwkwk. Eneng, Eneng.. Semoga bisa diterima masuk ITB ya Eneng, dan ya, hhmmm apakah akan bertemu dengan Mas-mas yellow jacket? Ehehe.
PS: Tapi yang pasti, ini bukan yellow jacket-nya mahasiswa UI ya Teh Lia. Ehehe