Murid dari Para Murid

Bismillahirrahmanirrahim.





Tulisan ini saya buat dihari kedua setelah anak-anak mulai berangkat ke sekolah. Rumah terasa sepi. 

Ternyata dua tahun terakhir membuat saya terbiasa dengan keberadaan mereka yang selalu terlihat.

Walaupun masih ada yang sesekali diberi jadwal untuk Belajar dari Rumah, tapi tanpa kehadiran mereka bertiga tidaklah sama. 

Oleh karena itu, sembari menunggu kepulangan mereka, saya ingin menulis dalam rangka Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog. Beberapa hal menarik selama anak-anak Belajar dari Rumah, serta diri saya sebagai Mamah Gajah; yang insyaallah berusaha tetap istiqomah untuk (tetap) belajar lebih banyak di tahun 2022 ini.

Info lengkap dari challenge ini ada di link berikut ya, https://mamahgajahngeblog.com/tantangan-mgn-januari-2022-tentang-dirimu-mamah-gajah/


Awal Mula Para Murid

Berawal dari info mendadak dari pihak sekolah, bahwa ketiga anak saya diharuskan belajar dari rumah di tahun 2020; hal yang terlintas pertama kali adalah "saya yang membantu mengajar mereka dirumah? Bisa ga ya?" Terlebih dengan jenjang pendidikan yang berbeda, yaitu TK, SD dan SMP.

Rutinitas di pagi jelang siang yang biasanya disibukkan dengan bolak-balik mengantar jemput bocah; berganti menjadi bolak-balik antar meja 😅. Seru? Pastinya lah ya. 


Si kecil, kelas TK B, terkonsentrasi pada berkreasi menggunakan barang bekas. Membuat botol-balon-sedotan-berroda yang bisa balapan; membuat maze kelereng dari kardus, membuat puzle dari kotak susu, membuat pinball dari kardus jam, dll.


Si tengah, awalnya hanya diberikan tugas membaca dan pada saat tertentu diminta keluar untuk berjemur. Lalu aneka project yang dikerjakan sesuai materi yang gurunya berikan. Jadi, kemana si bocah bertanya? Pada si Mamah tentunya. Karena sekolah belum menyiapkan media yang akan digunakan untuk bertatap muka dengan rutin. 

Si sulung, alhamdulillah lebih mandiri, dan sekolah pun langsung menyesuaikan di pekan keduanya Belajar Dari Rumah dengan media pembelajaran online. Yang terbiasa bangun pagi, pulang sore plus bonus bermacet-macetan,  sekarang hanya selangkah dari posisi nyamannya ke meja sekolah. Ruang diskusi yang tak terbatas bersama teman sebayanya; berganti menjadi si Mamah dan adik-adiknya.

Lalu, apa yang membuat saya jadi terbiasa? Yaitu peran luar biasa yang tidak pernah saya bayangkan. 

Impian Seorang Mamah Gajah

Dulu, ketika masih berkuliah, saya berharap ketika lulus, saya bisa mengajar dan membumikan matematika. Ahh, klise sekali ya. Ya begitulah, karena kenyataannya jurusan yang saya pilih -matematika- selalu dipandang sebagai sesuatu yang wow dan susah. 

Namun karier mengajar pun pupus, ketika di akhir tahun perkuliahan, kondisi perekonomian orangtua goyah. Sehingga, menjelang lulus, saya memutuskan untuk berusaha mencari kerja di Ibukota yang katanya berpenghasilan lebih besar.

Alloh mengabulkan doa saya, dan petualangan saya menjadi karyawan di salah satu bank swasta asing pun dimulai. Berusaha survive di ibukota sendiri jauh dari saudara dan keluarga adalah sebuah pengalaman tak terlupakan. Hingga akhirnya saya menikah dan memutuskan resign karena kehamilan yang bermasalah.

Menjadi Murid Para Murid

Ternyata keputusan ini, membawa saya pada pengalaman lain, yaitu sebagai madrasah pertama. 

Tidak terbayang dalam benak, bahwa saya yang mempelajari ilmu statistik, pada akhirnya harus berusaha mencari aneka kemungkinan agar si bocah mau makan tanpa pilih-pilih. Tidak terpikir juga, bahwa saya yang belajar aljabar linear, ternyata berhadapan dengan sifat bocah yang tidak terpetakan. Bahkan ilmu-lintas-fakultas SosKom yang bernilai A tidak terpakai ketika berkomunikasi dengan bocah yang pundung. Jadi... ilmu yang Mamah Gajah ini pelajari selama berkampus, sadly, tidak ada satupun yang bisa diterapkan.

Hampir dua tahun masa mereka Belajar Dari Rumah, selama itulah saya berkutat dengan 'melakukan analisa' dan 'pemodelan'. 

Setiap hari adalah petualangan baru. 

Mengalahkan tegangnya menunggu hasil, ketika menjalankan pemrograman dalam kuliah Pemodelan Matematika. Melebihi rasa senang yang muncul ketika Tugas Akhir yang selesai, saat mengetahui target nilai masing-masing bocah tercapai.

Pada masa-masa ini, saya pun bisa memahami bagaimana cara masing-masing dari mereka belajar. Dan secara tidak langsung, impian untuk mengajar tercapai.

Saya adalah guru mereka, tapi justru dari merekalah saya belajar banyak hal. Memang benar, pengalaman adalah guru terbaik. Tapi dalam masa dua tahun ini, 'murid-murid' ini adalah guru terbaik.

So Insyaallah I will never stop learning, because life never stop teaching..

Jakarta, 11Jan'22

------


Comments

  1. Assalammualaikum. Salam kenal Angela. Waduh kebayang riwehnya mendampingi ketiga anak menjalani PJJ. TK, SD, SMP. Wahh salut, Angela nailed it!

    Setuju sekali dengan quote-nya: "I will never stop learning because life never stop teaching"..

    ReplyDelete
  2. Ahhh, iya sy juga suka kepikiran, apa yang dirasa oleh sulung saya kalau saya sedang gendong gendong adiknya...

    Salam kenal teehh

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Tips Masuk Dapur

Mentari

Dear My Sunshine